Jumat, 16 Desember 2011

Betulkah Menunggu itu Meletihkan ???


Dia, hampir semua orang membencinya. Tidak cukup, kebanyakan orang pun tidak ingin mengenalnya dan tersentuh olehnya. Dia, juga bagi semua orang sangat meletihkan, membosankan bahkan menyakitkan. Tapi, dia adalah ciptaan Allah subuhanahu wa ta’la. Dia, juga bagian dari makhluk yang Allah ciptakan sebagai abdi-Nya. Dia, yang kita maksud adalah “menunggu”.

Inilah kenyataan tentang menunggu. Sekalipun orang berusaha untuk lari dan menjauh darinya, menunggu tetap akan bergabung dalam frame hidup seseorang. Dia akan ikut berbaur dalam warna hidup seseorang sebab memang tujuan penciptaannya sebagai penguji kualitas keimanan seseorang.

Memang tidak mudah untuk menunggu, tidak semudah kita mengucapkannya. Tapi kita tak boleh untuk tidak berusaha mencontoh manusia-manusia mulia yang diciptakan Allah dalam usaha mereka untuk menunggu. Jika kita adil melihat, hampir tidak ada cela pada kesudahan menunggu sebab endingnya adalah kebahagiaan.

Lihatlah! Adakah yang dapat mengalahkan kebahagiaan Nabi Zakariyya ‘alaihi salam yang menyaksikan kelahiran buah hatinya Yahya ‘alaihi salam setelah berpuluh-puluh tahun ia berdo’a dan menunggu kepada Allah Jalla wa ‘Ala? Lihatlah pula Maryam ‘alaihi salam, adakah yang mengalahkan kebahagiaannya saat ia menyaksikan kelahiran Nabi Isa ‘alaihi salam setelah lama menunggunya? Juga ketegaran Hajaar Ummu Isma’il yang setia menunggu sang suami tercinta Ibrahim ‘alaihi salam yang buahnya adalah kebahagiaan tiada terkira. Lalu kebahagiaan Nabi Ayyub alaihi salam yang diuji dengan penyakit menular, berdoa dan setia menunggu hingga tujuh tahun lebih. Dan resapi pula kebahagiaan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta kaum muslimin yang setia menunggu datangnya penaklukkan kota Mekkah. Bukankah semua adalah buah dari setia mereka menunggu?

Begitulah, semua keahagiaan itu didapat setelah dilanda kesulitan. Meraka menuainya setelah melewati musim paceklik. Menuggu memang butuh kekuatan. Tidak sedikit keraguan datang menghantui dan melemahkan hati. Tidak ketinggalan juga kekhawatiran membisikkan kata-kata yang merapuhkan tiang istiqaamah. Keyakinan dan cara menjaga hati yang baik dengan rahmat dari-Nya mampu menyapu bersih semua cobaan tersebut.
Lalu bagaimana cara menunggu yang baik, agar kesetiaan kita berbuah kebahagiaan? Berikut beberapa amalan yang bisa kita lakukan.

1. Bersabarlah

Tidak ada amalan yang bisa membuat seorang hamba lebih dekat kepada Allah melainkan diukur dari sejauh mana tingkat kesabarannya dalam melakukan amalan tersebut. Bersabar adalah parameter kualitas amalan seseorang. Selain menjadi pembeda menunggu juga akan terasa indah saat dipasangkan dengan sabar. Sabar dan menunggu adalah sejoli yang sekufu dan tidak bisa dipisahkan.

Syaikh al-Ghunaiman berkata,”Bersabar maksudnya menahan diri agar tidak putus asa ketika dilanda kesulitan, menahan lisan agar tidak mengeluh dan marah, menahan anggota badan agar tidak menampar pipi, merobek baju, dan tindakan kekerasan lain.”
Jika menunggu itu sulit maka ia adalah ujian dan ujian itu adalah fitnah. Fitnah atau ujian berasal dari makna memasukkan emas kedalam api untuk diketahui mana emas yang asli dan mana emas yang palsu. Maksudnya adalah ujian atau fitnah adalah proses yang akan membedakan mana sebenarnya orang-orang yang sungguh-sungguh beriman dan mana diantara mereka yang hanya sekedar mengucapkan bahwa kami beriman.
Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Qur’an,

“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut: 2-3)

Sebelum ada ujian semua orang mengaku beriman namun ketika ujian itu datang terlihatlah siapa yang sempurna keimanannya. Dan perlu untuk kita ingat bahwa ujian itu ada pada apa yang kita cintai dan ada dari apa yang kita benci.

2. Bersyukurlah

Kenapa bersyukur? Ketahuilah bahwa kesulitan dalam menunggu adalah nikmat besar untuk orang yang bersabar. Bagaimana tidak, karena setelah kesulitan datang kemudahan.

Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,

“Karena sesudah kesulitan pasti ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di rahimahullah berkata dalam Taisir al-Karimur Rahman bahwa, ”Ayat ini memberi kabar gembira, takkala orang menjumpai kesulitan dan kesukaran, maka kemudahan pasti menemaninya. Seandainya kesulitan sesulit lubang biawak, kemudahan pun akan memasuki lalu melepas kesulitan. Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq: 7)

Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Dan sesungguhnya kelapangan pasti datang setelah kesempitan, dan sesungguhnya bersama kesulitan pasti disudahi dengan kemudahan.” (HR. Ahmad dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6806)

Rasulullah juga mengingatkan,

“Dan ketahuilah, sesungguhnya diraih kemenangan karena kesabaran, dan sesungguhnya kelapangan pasti tiba setelah kesempitan dan sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan.” (HR. Ahmad)

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku berharap rezeki kepada Allah, bila tidak ada satu butir gandum dirumahku.”

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Aku sangat bahagia bila pagi hari, dirumahku tidak ada makanan.”

Hasan al Bashri rahimahullah berkata, “Imanmu lemah bila hatimu lebih menyenangi dengan yang kamu punyai daripada yang dimiliki oleh Allah subuhanahu wa ta’ala”.

Mengapa para ulama sunnah berbicara demikian? Karena dengan datangnya kesulitan, mereka yakin Allah subuhanahu wa ta’ala akan memudahkannya.

3. Sadarilah, menunggu itu hanya sebentar

Pada ayat ke-lima dan enam surah al-Insyirah, penyebutan kesulitan dan kemudahan berulang dua kali. Apakah memang demikian meksudnya?

Ulama ahli tafsir memberi penjelasan,

Berkata Imam al-Khaththabi rahimahullah, “Jika kita lihat teks ayat diatas, ada dua kesulitan dan ada dua kemudahan. Akan tetapi, kesulitan itu hanya sekali karena datang dengan isim ma’rifat (menunjukkan kejelasan) sedangkan kemudahan menunjukkan nakiroh (umum, jumlahnya banyak); menunjukkan bahwa yang pertama berlainan dengan yang kedua. Maksudnya, kesulitan itu berada di antara dua kemudahan, kemudahan di dunia dan kemudahan berupa pahala di akhirat.”

Al-Hakim rahimahullah berkata, ‘’Kemudahan pertama, Allah memberi karunia kepada hamba-Nya berupa ilmu pengetahuan dan kekuatan. Seandainya ini tidak punya hawa nasu yang menyerang dirinya, tentu urusan mereka sudah sempurna, maka dengan ilmu dia menjalankan urusannya dengan mudah dan sempurna. Akan tetapi, manusia punya syahwat dan keinginan, maka perlu ada kemudahan yang lain yaitu akal. Allah menjadikan kemudahan yang lain setelah dia mengalami kesulitan yaitu akal yang sehat. Dengan akal inilah Allah berhujjah kepada hamba, bahwa tidaklah hamba dibebeani melainkan sesuai dengan kemampuannya, sehingga dia mendapatkan kemudahan lagi, dengan pertolongannya.”

Maka dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa kesulitan itu tidak lama berlangsung. Dan kita juga tidak boleh putus asa dan berhenti berharap. Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum kafir.” (QS. Yusuf: 87)
4. Jangan bersedih, sebab hasil yang kau nantikan akan tiba.

Ingat, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Bukankah setiap shalat pujian ini yang selalu kita baca? Maka jangan sampai kita termasuk dalam orang-orang yang membaca al-Qur’an tapi hakekatnya justru termasuk orang-orang yang meng-hajr (mengacuhkan)nya. Salah satu ciri orang-orang yang mengacuhkan al-Qur’an dan di adukan rasulullah kepada Allah adalah mereka yang membaca al-Qur’an tapi tidak mengamalkannya.

Tidaklah Allah subuhanahu wa ta’ala menguji orang yang beriman dengan beraneka macam kesulitan, melainkan Allah pasti membuka jalan kemudahan. Ini adalah janji Allah dan sunnatullah yang harus kita yakini, tidak boleh diragukan.

Kita juga dilarang larut dalam bersedih saat menjalani penantian. Ingat firman Allah,

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaq: 7)

5. Sering Istigfar, minta ampun atas dosa yang dilakukan

Dengan beristigfar kesulitan yang menyelimuti kita, kesedihan yang menghantui kita dan segala gundah gulana yang menggerogoti hati kita akan hilang. Mengingat Allah akan membuat hati kita menjadi tenang. Karena hanya dengan kembali dan mengingat Allah hati kita akan menjadi tenang.

6. Hendaknya sering berdo’a apabila ditimpa kesulitan

Do’a adalah senjata pamungkas seorang muslim. Dan do’a juga bisa merubah takdir seseorang. Maka berdoalah, memintalah pada-Nya sebab Dialah yang mengatur segalanya.

“Wahai Dzat Yang maha Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus, dengan rahmat-Mu aku minta perlindungan.” (Shohihul Jami’ no. 4791)


7. Tingkatkan Taqwa pada saat dalam sulitnya penantian
Siapa yang tahan dengan lama menanti. Sekuat apapun seseorang, pasti memiliki batas kesanggupan. Bagaimana cara mereka menyanggupkan diri dan keluar dari kemelut yang dihadapinya inilah yang berbeda. Masing-masing orang punya cara sendiri-sendiri. Namun tidak ada jalan keluar yang lebih baik selain dari jalan keluar yang telah Allah subuhanahu wa ta’ala tawarkan.

Allah subuhanahu wa ta’ala berfirman,

“Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq: 4)


8. Muhasabah keimanan kita pada Takdir Allah
Dari semua rukun Iman yang menjadi landasan kesempurnaan iman seseorang, biasanya seseorang terpeleset pada persoalan takdir. Padahal persoalan takdir adalah persoalan penting yang bisa menghilangkan keimanan seseorang.

Maka pahamilah bahwa penantian yang kita lakukan adalah bagian dari takdir. Dia adalah bagian dari ketetapan Allah kepada kita. Berusahalah untuk tenang menjalaninya, selalu berpikiran positif untuk menghadapinya. Sebab Allah tak mungkin menyiksa kita disebabkan amalan baik yang kita kerjakan.

“Sesungguhnya perintah Allah apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (QS. Al-Hadiid: 22)

Semoga Allah subuhanahu wa ta’ala meneguhkan keimanan kita dan memberikan kemudahan beramal shaleh kepada kita semua. Bagi kita yang sedang menanti, semoga Allah senantiasa menjaga keistiqamahan kita pada Diinul mubarakah ini.

Jangan bosan menunggu –kebaikan- !! ^^

Wallahu A’lam

1 komentar: